nailsinc.org – Warga Seoul dikejutkan oleh meningkatnya kasus infeksi yang menyerupai gejala cinta. Namun, para dokter tidak menyebutnya romantis sama sekali. Media lokal dan sejumlah lembaga kesehatan menggambarkan fenomena ini sebagai “penyakit cinta” karena gejalanya mirip dengan jatuh cinta yang berlebihan detak jantung cepat, pikiran kacau, dan kegelisahan ekstrem. Namun, penyebab utamanya berasal dari virus yang sangat menular dan meresahkan.
Virus Baru Menyebar Lewat Kontak Sosial
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea Selatan (KCDC) menemukan virus ini pertama kali di lingkungan kampus di Seoul. Mahasiswa menunjukkan tanda-tanda ketertarikan yang tidak biasa terhadap siapa saja yang mereka temui. Kontak mata sekilas, sentuhan tangan ringan, atau bahkan sekadar mendengar suara seseorang cukup untuk memicu reaksi emosional berlebihan. Tim peneliti menamai virus ini “Cupid-24” karena pola penyebarannya menyerupai efek panah asmara.
Pemerintah Siaga, Rumah Sakit Kewalahan
Pemerintah Korea Selatan segera menetapkan status siaga nasional. Rumah sakit di Seoul menerima ratusan pasien setiap hari yang mengalami gejala emosional akut. Dokter psikiatri dan ahli penyakit menular bekerja sama untuk menangani lonjakan kasus. Mereka menggunakan terapi oksigen, pengobatan penenang, dan konseling intensif untuk mengurangi gejala. Namun, sebagian pasien menolak pengobatan karena menganggap kondisi mereka sebagai cinta sejati.
Media Sosial Membakar Situasi
Netizen Korea Selatan membanjiri media sosial dengan unggahan bertema “cinta dadakan”. Tagar #TerjangkitCinta dan #Cupid24 menjadi tren di berbagai platform. Selebriti pun ikut menanggapi fenomena ini dengan bercanda, tetapi pemerintah memperingatkan agar masyarakat tidak meremehkan situasi. Beberapa warga bahkan mengklaim mengalami “jatuh cinta” terhadap benda mati atau tokoh fiksi akibat infeksi virus tersebut.
Para Ahli Cari Asal-Usul Virus
Tim ilmuwan dari Universitas Seoul bekerja keras untuk melacak asal virus Cupid-24. Mereka mencurigai mutasi unik dari virus neurotropik yang menyerang bagian otak pengatur emosi. Sampel virus menunjukkan kesamaan dengan patogen yang pernah muncul di Jepang pada 2018, namun dengan tingkat penularan lebih tinggi. Para peneliti menguji hipotesis bahwa stres sosial dan isolasi emosional selama pandemi mempercepat evolusi virus ini.
Upaya Pencegahan Terus Ditingkatkan
Pemerintah menginstruksikan seluruh sekolah dan kantor di Seoul untuk memasang poster peringatan. Mereka juga membatasi interaksi fisik yang tidak perlu di tempat umum. Kampanye edukasi melalui televisi dan media digital menjelaskan perbedaan antara cinta asli dan gejala infeksi. Para petugas kesehatan menyarankan masyarakat untuk tetap menjaga jarak emosional selama penyelidikan berlanjut.
Cinta yang Salah Tempat Bisa Menjadi Wabah
Fenomena “penyakit cinta” di Seoul menunjukkan betapa rapuhnya batas antara perasaan dan slot deposit 10 ribu gangguan biologis. Masyarakat perlu waspada dan tidak menganggap semua perasaan sebagai romantika. Pemerintah, ilmuwan, dan tenaga kesehatan harus bergerak cepat sebelum virus ini menyebar ke wilayah lain dan menyebabkan krisis sosial yang lebih besar.